,

Iklan

Iklan

Seks Bebas dan Perendahan Pribadi Manusia Sebagai “Imago Dei”

@SerikatNasional
28 Mar 2022, 13:08 WIB Last Updated 2022-03-28T06:10:43Z

 


Sex Bebas atau Free Sex

Free sex atau sex bebas merupakan prilaku berhubungan sex yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa terikat oleh aturan entah itu aturan sipil ataupun suatu kebudayaan tertentu. Dalam konteks masyarakat zaman sekarang sex  bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan di luar nikah dan bergonta-ganti pasangan.


Hubungan seksual yang dilakukan biasanya tanpa adanya komoitmen untuk hidup bersama atau bahkan tanpa ikatan emosiaonal. Dalam hal ini hubungan seksual yang dilakukan tidak di dasari oleh perasaan cinta. Hubungan seksual yang dilakukan biasanya bertujuan untuk menyalurkan hasrat seksual.


Yang termasuk ke dalam seks bebas adalah hubungan seks yang dilakukan dalam masa pacaran (pranikah), pornografi, prostitusi, dll.


Ada berbagai faktor penyebab terjadinya prilaku seks bebas misalnya pengaruh media elektronik dan media cetak, pengaruh lingkungan, pendidikan agama yang rendah dan masih banyak penyebab-penyebab lainnya. Selain faktor-faktor diatas, faktor lain penyebab merebaknya fenomena seks bebas adalah lemahnya bimbingan dan perhatian dari keluarga. Oleh karena itu, dalam mengatasi persoalan ini keluarga memainkan peranan penting dalam mengatasi persoalan ini, teruatama dalam mengedukasi atau memperkenalkan seksualitas kepada anak-anak. 


Konsep “Imago Dei” dalam Gereja Katolik

Frasa Imago Dei terdiri dari dua kata yaitu Imago dan Dei. Kata Imago dan Dei berasal dari kata bahasa Latin. Kata Imago memiliki arti tiruan. Selain itu, kata imago juga memiliki banyak pengertian yang dapat dibagi menjadi empat pengertian. 


Pertama, kata Imago biasanya digunakan untuk menerjemahkan kata eidolon dalam bahasa Yunani. Hal ini sebagaimana yang digunakan oleh Demokritos dan Epikurus. Kata eidolon dalam bahasa Yunani digunakan oleh Demokritos dan Epikurus digunakan untuk menyebutkan kerangka-kerangka yang di kirim oleh obyek-obyek kepada panca indra dalam persepsi. 


Kedua, kata imago juga disandingkan dengan kata panthasma dalam bahasa Yunani. Kata panthasma diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi phantasm atau image. 


Ketiga, selain kedua pengertian di atas kata imago juga digunakan untuk menerjemahkan kata idea yang digunakan oleh Barkley sebagai pengganti kata images. Kata ini digunakan oleh Barkley untuk menyatakan bahwa semua ide pasti bersifat partikular.


Keempat, sedangkan Fancis Galton menggunakan istilah imago dengan istilah generic image. Imaji generik atau generic image merupakan semacam foto kombinasi, produk dari macam-macam  sensasi individual yang berjenis partikular. Sedangkan kata Dei memiliki arti Tuhan atau Allah.


Dalam Gereja Katolik imago Dei diterjemahkan sebagai gambar dan rupa Allah. Konsep ini diterapkan untuk manusia. Secara jelas konsep ini dinyatakan dalam kitab Perjanjian Lama yaitu kitab Kejadian 1:27. 


Dalam kitab ini secara jelas menyatan bahwa manusia merupakan satu-satunya makhluk dalam semesta yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Kata gambar dalam kitab Kejadian diterjemahkan dari kata Tselem dan rupa dari kata Demuth. Meskipun kata gambar dan rupa merupakan dua kata yang berbeda, namun secara fundamental keduanya merujuk kepada hal yang sama yaitu untuk menegaskan manusia diciptakan seperti gambar dan rupa Allah sendiri.


Sex Bebas: Perendahan Pribadi Manusia Sebagai “Imago Dei”


Manusia adalah makhluk hidup yang diciptakan seturut gambar dan rupa Allah. Artinya manusia pada dasarnya senantiasa terarah kepada Allah dalam suatau hubungan dialogal yang berlandaskan cinta. Cinta ini tidak saja mewarnai hubungan antara manusia dengan Allah tetapi juga dengan sesamanya. Hubungan dengan Allah ini juga mendasari pemahaman seksualitas manusia. Atas dasar hubungan ini seksualitas manusia adalah sesuatu yang sakral.


Dalam pandangan agama Kriten seksualitas mesti menjadi ungkapan cinta atau pernyataan cinta antarmanusia. Dengan kata lain, dalam pandangan agama Kristen seksualitas adalah tempat perjumpaan antarpribadi. Oleh karena penyelewengan terhadap seksualitas adalah suatu perbuatan tercela atau dosa karena bertentangan dengan moral Kristiani. 


Tujuan dari etika Kristiani yang secara tegas menyatakan bahwa di balik seksualitasnya ada misteri yang sangat besar.  Misteri itu adalah citra manusia yang mirip dengan Penciptanya.


Akan tetapi dewasa ini, pemaknaan terhadap seksualitas manusia mengalami pergeseran yang drastis. Arus globalisasi yang begitu masif mempengaruhi pandangan manusia terhadap seksualitasnya. 


Pengaruh globalisasi terhadap hidup manusia turut mengaburkan makna seksualitasnya yang seirngkali diterjemahkan ke dalam perilaku seks bebas (free sex). Dalam perilaku seks bebas, seksualitas seringkali direduksikan sebagai aktivitas manusiawi semata. Unsur kesakralan dari seksualitas itu sendiri seringkali diabaikan. 


Dalam pandangan moral Kristiani fenomena seks bebas yang merebak akhir-akhir ini adalah salah satu bentuk perendahan terhadap martabat manusia. 


Dalam Katekismus Gereja Katolik no. 2355 sebagaimana yang dikutip oleh Paskalis Lina menjelaskan, seks bebas (prostitusi) merupakan bentuk penodaan terhadap martabat manusia karena menjadikan seksualitasnya semata-mata sebagai obyek kenikmatan. Selain itu, fenomena seks bebas juga merupakan suatu bentuk perendahan terhadap martabat manusia sebagai gambar dan rupa Allah sendiri.


Seksualitas manusia adalah sesuatu yang sakral. Karena itu, prilaku seksual yang hanya mementingkan kepuasan jasmani tanpa memperhatikan kesakralannya adalah sebuah perilaku yang menyimpang. Karena itu, prilaku atau tindakan seksual memerlukan norma-norma atau atarun-aturan yang statis demi suatu tindakan seksual yang benar.


Pelaksanaan fungsi seksual yang sesuai dengan moral Kristiani merupakan bentuk pertanggungjawaban manusia terhadap Penciptanya sebagai gambar dan rupa Allah. Sebagai gambar dan rupa Allah manusia dipanggil untuk mengambil bagian dalam karya Allah. Salah satu bentuk pertanggungjawaban manusia atas panggilan itu adalah dengan menjalankan fungsi seksualnya sesuai dengan aturan yang berlaku.


Oleh: Angelita Patrisia Mahil dan Detrisna Versiana Jaya (Mahasiswa UNIKA Santu Paulus Ruteng)

RECENT POSTS