,

Iklan

Iklan

Mengingat Sejarah Pelengseran Gusdur

8 Agu 2021, 11:35 WIB Last Updated 2021-08-21T16:40:18Z



Penulis : Zubairi El-Karim

Serikatnasional.id | Setiap datang tanggal 23 Juli kita  sejarah pelengseran Gusdur. Awalnya Gusdur terpilih menjadi Presiden menggantikan B.J. Habibi melalui Sidang MPR, yaitu melalui pemungutan suara kala itu, dimana Gus Dur memperoleh 373 suara, sementara Megawati hanya mendapat 313 suara. Sehingga Gusdurlah yang jadi Presiden, Megawati akhirnya harus puas menjadi Wakil Presiden.


Sejak awal menjabat langkah politik Gusdur menata pemerintahan banyak melakukan kontroversi, maklum karena Gusdur yang punya jiwa humanis harus menggantikan rezim otoriter. Namun apapun langkah Gusdur semua diarahkan untuk menciptakan keutuhan, persatuan dalam kemajemukan agama dan suku yang beragam. Gusdur dikenal sebagai Presiden yang mendukung pluralisme dan toleransi. 


Gusdur saat menjabat dikenal berani tanpa kenal takut melakukan perubahan mendasar, menegakkan supremasi sipil, mencabut dwifungsi ABRI, mengganti pejabat yang terindikasi KKN bahkan sekelas jenderal, merombak tatanan pemerintahan dengan pembubaran departemen sosial dan departemen penerangan yang dianggap lumbung korupsi.  


Gusdur juga dikenal getol membela hak- hak kaum minoritas, mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua, umat Tionghoa yang sejak lama terkungkung kini dapat merayakan hari raya Imlek, dan bahkan beliau tak segan menyuarakan pembatalan ketetapan MPRS tahun 1966 yang menyatakan tentang pelarangan marxisme dan komunisme.


Karena keberanian itulah, Pemerintahan Gusdur dipenuhi berbagai tantangan dan masalah, ada kondisi sosial yang bergejolak, gerakan separatis, kerusuhan antar etnis dan agama. Untuk itu kita tahu kemudian Gusdur sering melakukan kunjungan keluar negeri bukan untuk pelesiran melainkan menekan remote kontrol luar negeri agar Indonesia tetap bersatu sebagai sebuah bangsa ditengah ancaman disintegrasi.


Gus Dur dikenal pejuang kemanusiaan. Gusdur selalu memberikan ruang kemerdekaan bagi semua kelompok agama untuk hidup. Bukan untuk membenarkan agamanya, tapi untuk memberikan hak jaminan bahwa setiap warga negara memiliki hak kebebasan beragama dan menjalankan keyakinannya. 


Pelengseran Gusdur bermula dari benih-benih Konflik antara dirinya dan DPR sejak awal. Ketidak dewasaan DPR menyikapi persoalan bangsa disebut Gusdur seperti Taman Kanak-Kanak.


Gus Dur bahkan memecat Menteri dari kekuatan politik besar seperti menteri Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla seorang Kader Golkar, dan juga memecat Menteri Negara Investasi dan Pemberdayaan BUMN Laksamana Sukardi seorang politisi PDIP.  


Karena melawan kekuatan besar utulah akhirnya melalui sidang MPR yang dipimpin oleh Amien Rais, MPR menyatakan mosi tidak percaya kepada Pemerintahan Gusdur.


Mendapat mosi tidak percaya dari MPR, Gus Dur melakukan perlawanan dengan mengeluarkan dekrit. Dekrit Presiden itu sendiri berbunyi : (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR.


Berbeda dengan dekrit Soekrno 5 Juli 1959, dekrit yang dikeluarkan Gusdur tidak dukungan oleh kekutan tentara. Akhirnya pada tanggal 23 Juli 2001, Gus Dur terpaksa lengser setelah mandatnya dicabut oleh MPR, persis 20 bulan setelah menjadi presiden. Majelis Permusyawaratan Rakyat kemudian menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai presiden menggantikan Gus Dur.


Mengenang detik-detik pelengseran Gusdur, suasana istana negara saat itu amat genting, banyak orang hawatir akan ada bentrokan berdarah yang tidak diinginkan. Sementara pendukung Gus Dur masih banyak yang berkumpul di depan istana menunggu perintah.


Gus Dur yang berjiwa besar, menahan ratusan ribu orang yang ingin berangkat ke Jakarta. Kompas menyebut ada 300.000 pasukan berani mati siap mengepung Jakarta. Tapi Gusdur tidak mau ada kerusuhan dan pertumpahan sesama anak bangsa.


Dalam salah satu pidatonya beliau berkata "apa sih tingginya jabatan Presiden itu, kalau harus meneteskan darah anak bangsa. Tapi kalau menyangkut alasan berdirinya negara, tentang dasar negara, sampai mati akan tetap dibela".


Cerita Mahfud MD, beberapa tokoh radikal datang menawarkan kepada Gusdur agar tidak jatuh tapi dengan syarat Gusdur mengganti negara demokrasi dengan negara Islam dengan penerapan Syariat Islam. Gus Dur marah besar karena tindakan itu kata Gusdur sama saja dengan membubarkan Indonesia.


Yenny Wahid mengatakan bahwa kemarahan Gus Dur saat itu bukan karena soal ia tak lagi menjadi Presiden, namun yang dilawan Gusdur adalah tindakan politik yang dinilainya inkonstitusional. Gus Dur selama ini tak pernah berjuang untuk dirinya sendiri namun dituding mencari keuntungan pribadi seperti di kasus Bulog gate dan Brunei gate. Kasus yang tak pernah terbukti hingga kini.


Lengsernya Gus Dur merupakan konspirasi dari elit politik yang terganggu dengan cara berpikir dan perubahan-perubahan yang dilakukan Gusdur.


Di tengah kekalutan sejarah yang terlihat abu-abu, sejak 2017 kebenaran sejarah mulai terungkap dengan ditemukan dokumen rahasia di Kantor Golkar dari tempat sampah yang hendak dibuang atau dijual secara kiloan oleh seorang office boy.


Dari dokumen rahasia itu lahirlah buku fenomenal _“Menjerat Gus Dur”_ karya Virdika Rizky Utama jurnalis yang menemukan dokumen itu. Buku itu mengungkap fakta otentik pelengseran Gusdur oleh kekuatan _HMI Conection_ dimana Akbar Tanjung dan Amin Rais adalah Kader HMI. Ada juga nama Ketua Umum PB HMI Fakhruddin. Ia disebut mengkoordinir seluruh BEM PTN dan PTS untuk menuntut Gus Dur mundur. Buku itu seolah membenarkan pernyataan Gus Dur pada acara Kick Andy kepada Andy Noya, “Nanti sejarah yang akan membuktikan kebenaran itu".


Konspirasi politik untuk menumbangkan Gusdur oleh kekuatan oligarki politik saat itu tak tanggung-tanggung. Dana yang disiapkan sebanyak Rp 4 Triliun. Dana itu disiapkan membentuk opini media, memobiliasi demo mahasiswa, menciptakan instabilitas, dan menyiapkan gerakan kekerasan dan kerusuhan. 


Buku itu menguatkan keyakinan semua orang bahwa Gusdur benar-benar dijatuhkan oleh konspirasi politik bukan karena melanggar hukum.


Pelurusan sejarah pelengseran Gusdur penting diungkap bukan untuk membalas dendam tapi untuk meluruskan kebenaran sejarah yang diselumuti awan gelap. 


Terlebih bahwa sejarah itu ditulis tanpa ada sentimen kepentingan apapun, murni kerja intelektual dan leterasi. Penulis buku itu hanyalah washilah Tuhan untuk mengungkap fakta. 


Dokumen pada buku itu menyebut ada skenario semut merah untuk menjatuhkan kredibilitas Gusdur dengan berbagai cara, penguasaan media, menggiring opini publik, pengerahan massa di jalanan. Jelaslah bahwa penggulingan Gus Dur terstruktur, sistematis, dan massif.


Selain langkah politiknya yang berani dan kontroversial, banyak hal yang bisa diteladani dari Gusdur termasuk keederhanaannya. Suatu saat teman Gusdur, Romo Franz Magnis Suseno pernah terkejut manakala mendapati tumpukan kardus mie instan berisi pakaian yang diikat tali rafia di salah satu sudut kamar Istana. Bukan pakai tas bermerk, ternyata dalam kardus berisi baju Gusdur untuk kunjungan kenegaraan ke Tiongkok. Meski seorang Presiden Gusdur tetap sederhana, bahkan menyulap istana negara tak lagi angker, melainkan terbuka untuk semua kalangan, termasuk para kiyai bertamu sampai larut malam.


Gusdur juga selalu memaafkan kawan maupun lawan. Bahkan Soeharto yang jadi sorotan publik kala itu habis lengser justru dikunjungi Gusdur, meski sebagai Presiden Gusdur tetap menganggap Soeharto harus diadili, hartanya disita, tapi sosoknya tetap dimaafkan.


Mari kita teladani dawuh Gusdur untuk selalu memaafkan siapapun meski tidak untuk dilupakan sebagai kebenaran sejarah. Kebenaran akan selalu menemukan jalannya sendiri.


Penulis adalah pegiat NU, Dosen Stidar dan pegawai Kantor Kec Pragaan Sumenep.

RECENT POSTS