Iklan

https://www.serikatnasional.id/2024/10/blog-post.html

Iklan

,

Iklan

Perpecahan GMNI Dituding Adanya Ambisi Pribadi

SerikatNasional
31 Jul 2025, 21:06 WIB Last Updated 2025-07-31T14:06:32Z

 


Surabaya, Serikatnasional.id | Proses Kongres Ke-XXII GMNI di Bandung kembali tercoreng. Kali ini bukan sekadar perdebatan ideologis, tetapi praktik-praktik kotor yang mencederai nalar demokrasi dan semangat organisasi kader. Risyad salah satu calon Ketua Umum DPP GMNI, disebut sebagai aktor utama di balik upaya pecah-belah organisasi demi memuluskan ambisi pribadi.


Ketua DPC GMNI Surabaya, Dhipa Satwika Oey, mengungkap adanya intimidasi, tekanan, dan pemaksaan untuk menandatangani surat rekomendasi dukungan pencalonan Risyad. Fakta ini menjadi bukti bahwa pencalonan Risyad tidak hanya cacat etika, tetapi juga miskin pengalaman organisasi, karena hanya aktif di level komisariat namun bernafsu melompat ke nasional.


"Sangat jelas adanya intimidasi itu. Mereka bilang ada rapat pleno, padahal tidak ada. Saat saya hadir di tempat yang ditentukan di kota Jakarta, saya langsung ditekan secara psikologis dan dipaksa menandatangani surat rekomendasi dukungan pencalonan Risyad. Jika saya menolak, saya diancam data base DPC GMNI Surabaya untuk registrasi tidak diserahkan kepada DPP, jika hal ini terjadi maka DPC GMNI Surabaya tidak bisa mengikuti acara kongres GMNI Ke-XXII." Ujar Dhipa 


Dhipa Satwika Oey, Ketua DPC GMNI Surabaya Kekerasan Fisik Jadi Bukti Nyata Politik Busuk Lebih jauh dari intimidasi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kekerasan fisik benar-benar terjadi. Ketua DPC GMNI Surabaya menjadi korban pemukulan secara langsung, baik di lobi Hotel Golden Flower Bandung, maupun di dalam arena kongres.


Dua nama disebut dalam berbagai kesaksian sebagai dalang kekerasan ini, yakni Helvin Rosianda dan Fajar Sholeh, yang keduanya dikenal sebagai bagian dari lingkaran terdekat pemenangan Risyad. Mereka bukan hanya mengintimidasi, tetapi secara aktif mengoordinasi tindakan kekerasan terhadap kader yang dianggap tidak sejalan.


Ini bukan hanya pelanggaran etika organisasi. Ini kejahatan terhadap nilai-nilai yang diwariskan oleh Bung Karno, dan pengkhianatan terhadap perjuangan ideologis GMNI.


Kami Tidak akan Diam, GMNI bukan tempat untuk memperdagangkan suara, apalagi menormalisasi kekerasan. GMNI adalah tempat para kader dididik berpikir kritis, berpihak pada rakyat, dan menjunjung keberanian moral.


“Saya juga mengamankan rekomendasi tersebut sejak awal, karena saya tahu kedepannya bahwa Risyad akan menghalalkan segala cara untuk menang dalam pertarungan Nasional. Hari ini, dugaan saya telah terbukti. GMNI kini terpecah menjadi tiga kubu bukan karena perbedaan ideologi, tetapi karena ambisi yang menggebu, rakus dan manipulatif”.


Sangat disayangkan Kongres Ke-XXII yang digelar di kota Bandung ini, kader-kader GMNI Se-Indonesia malah mendapatkan pembelajaran politik yang buruk di forum tertinggi di organisai GMNI, yaitu adalah kongres. Apa yang mereka saksikan bukan ruang pembelajaran ideologi, kaderisasi, tapi kriminalisasi ruang perdebatan.


Namun sampai hari ini saya tetap yakin, harapan itu masih ada di Sujahri Somar, ia adalah satu dari sedikit kader yang tetap memegang teguh komitmen untuk menyulam persatuan. Sikap itu ditunjukkan secara nyata ketika Sujahri bertemu langsung dengan Arjuna. Ini bukan simbol rekonsiliasi kosong, tapi bukti bahwa masih ada kader yang lebih memilih jalan panjang perjuangan dibanding kemenangan sesaat.


Seruan untuk Seluruh Kader DPK GMNI Se-Kota Surabaya

Kami menyerukan kepada seluruh DPK se-Surabaya dan kader GMNI di seluruh Indonesia untuk:

1. Menolak segala bentuk intimidasi dan kekerasan dalam proses Kongres.

2. Menjaga independensi cabang dari intervensi kekuasaan dan tekanan struktural.

3. Menguatkan kembali nilai-nilai ideologi, integritas, dan etika organisasi dalam setiap langkah politik.


GMNI bukan alat ambisi-GMNI adalah alat perjuangan.


Merdeka!

GMNI Jaya!

Marhaen Menang!