Jakarta, Serikatnasional.id | Anggota DPRD Provinsi Banten Musa Weliansyah melaporkan mantan Pj Gubernur Banten Al Muktabar dan mantan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Keduanya dituding telah menyalahgunakan wewenang alih fungsi hutan lindung seluas 1.600 hektare di sekitar pesisir pantai Kabupaten Tangerang.
"Hari ini saya resmi menyerahkan bukti-bukti tersebut kepada KPK," kata Musa, dalam keterangannya, Senin (10/2/2025).
Musa menuturkan dirinya menyerahkan sepenuhnya dugaan alih fungsi lahan ini kepada KPK.
"Saya percaya KPK akan bertindak profesional, objektif, dan transparan dalam menangani pengaduan ini. KPK harus mengusut tuntas siapa pun yang terlibat," tegas dia
Di dalam laporan tersebut, Musa telah menyiapkan 27 dokumen bukti kepada KPK.
Musa pun meminta kepada KPK agar segera menindaklanjuti laporan tersebut dan melakukan penyelidikan secara menyeluruh.
Adapun dugaan tindak korupsi alih fungsi lahan tersebut sebelumnya diajukan oleh Al Muktabar langsung kepada Kementerian Kehutanan dan Perum Perhutani.
Padahal mestinya harus melibatkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) dan berkonsultasi lebih dulu dengan DPRD Banten.
la pun menduga langkah itu dilakukan untuk meluluskan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tangerang.
Musa mengungkapkan, proses alih fungsi itu tidak dilakukan dengan cara yang sesuai aturan. Musa menyakini bukti yang dilampirkan dalam laporan dapat menjadi petunjuk bagi KPK dalam melakukan penyelidikan. Karena, kata Musa, puluhan bukti yang diserahkan kepada KPK sudah cukup jelas.
Sebelumnya telah diberitakan bahwa Ada Perjanjian Antara Mantan PJ.Gubernur Banten Al-Muktabar, Dengan Direksi PT. Intan Mutiara Permai Yang Merupakan Anak Perusahaan PT. Agung Sedayu Group.
Alih - alih Pemprov Banten melakukan pelindungan terhadap hak atas ruang hidup dan ekologi sebagaimana mandat dari Konstitusi, justru mantan Pj. Gubernur Banten yakni Al-Muktabar diduga kuat terlibat kepentingan dengan pengusaha PIK 2 untuk mengusulkan perubahan fungsi hutan lindung tersebut.
Keterlibatan ini terungkap setelah publik mengetahui bahwa di tahun 2023, Al-Muktabar mengeluarkan surat nomor 000.7.2./3526-BAPP/2023 perihal dukungan untuk pengusulan PSN yang ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yakni Airlangga Hartarto dan adanya perjanjian antara Al-Muktabar dengan direksi PT. Intan Mutiara Permai yang merupakan anak perusahaan PT. Agung Sedayu Group.
Bak gayung bersambut, Pemerintah Pusat melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian kemudian menetapkan PIK 2 sebagai PSN Pariwisata Tropical Coastand berdasarkan Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Tidak cukup sampai disitu, Pemprov Banten melalui Al-Muktabar kembali melakukan akrobasi hukum dengan menerbitkan surat nomor B.00.7.2.1/1936/BAPP/2024 pada tanggal 25 Juli 2024 yang ditujukan kepada Perum Perhutani dan Kementerian Kehutanan tentang pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi.
Disisi lain, Al-Muktabar telah menjadi Pj. Gubernur Prov. Banten untuk ketiga kalinya, dimana hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 4 tahun 2023 yang menyebutkan “Masa jabatan Penjabat Gubernur 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) tahun berikutnya dengan orang yang sama atau berbeda”.
Kedua, Pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi di Kabupaten Tangerang dalam rencana tata ruang wilayah Prov. Banten yang dilakukan oleh mantan Pj. Gubernur Banten yakni Al-Muktabar terbukti tidak dilakukan secara partisipatif secara khusus melibatkan warga yang berpotensi akan terdampak kebijakan tersebut. Hal ini bertentangan dengan perencanaan tata ruang yang diatur dalam PP No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan PP No. 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang.
Sepatutnya, berdasarkan ketentuan pada Pasal 1 angka 1 Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Pasal 2 & 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemprov Banten dan Pemerintah Pusat melakukan kebijakan berdasarkan partisipasi yang bermakna dan melakukan perlindungan lingkungan hidup.
Ketiga, Pembangunan sejatinya harus dimaknai secara inklusif dengan memasukkan kesejahteraan manusia dan lingkungan sebagai komponen penting kalkulasinya (degrowth).
Sehingga, kerugian yang dialami manusia dan alam bisa diminimalisir, sedangkan Proyek PIK 2 ini merupakan wujud dari rakusnya perampasan ruang hidup warga dan memunculkan berbagai pelanggaran HAM mulai dari intimidasi, penggusuran paksa, perampasan lahan, dan kerusakan lingkungan yang parah dari adanya proyek pembangunan secara besar-besaran (pembangunan-isme).
Editor : D.Wahyudi