Sumenep, Serikatnasional.id | Dibalik hiruk pikuk Hari Lahir Pancasila 2025, sebuah kabar membanggakan datang dari ujung timur Pulau Madura.
Dua guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kabupaten Sumenep menorehkan prestasi gemilang di kancah nasional sebagai penulis buku teks pelajaran yang kini digunakan di madrasah seluruh Indonesia.
Adalah Akh. Mufris, penulis buku Fiqih untuk kelas VI MI, dan Suhaidi, penulis buku Al-Qur’an Hadis untuk kelas IV MI, yang berhasil mengukir nama Sumenep dalam daftar kontributor pendidikan nasional.
Atas pencapaian ini, keduanya menerima penghargaan resmi dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sumenep dalam upacara peringatan Hari Lahir Pancasila, Senin (2/6/2025).
Kepala Kemenag Sumenep, Abdul Wasid, secara langsung menyerahkan penghargaan dan menyampaikan rasa bangganya atas kontribusi luar biasa kedua guru tersebut dalam memperkuat mutu pendidikan madrasah.
“Ini bukan sekadar prestasi personal, tapi bukti nyata bahwa guru madrasah mampu memberi warna bagi pendidikan nasional. Karya mereka telah menembus batas daerah dan menjadi referensi belajar anak-anak di seluruh penjuru negeri,” ujar Wasid.
Lebih dari sekadar buku pelajaran, karya Mufris dan Suhaidi lahir dari kepekaan terhadap kebutuhan peserta didik madrasah.
Buku-buku yang mereka tulis dirancang tidak hanya sesuai dengan kurikulum nasional, tetapi juga menyentuh konteks kehidupan nyata yang dekat dengan dunia siswa.
Bagi Akh. Mufris, menulis buku teks adalah bentuk pengabdian panjang di dunia pendidikan.
Ia mengaku ingin menghadirkan materi fiqih yang tidak hanya informatif, tapi juga menyenangkan dan mudah dipahami anak-anak.
“Saya ingin anak-anak belajar agama dengan bahagia, bukan merasa terbebani. Buku ini saya tulis dengan hati,” tutur Alumnus Lembaga Pendidikan Pesantren Annusyur itu.
Sementara itu, Suhaidi menyebut proses menulis buku Al-Qur’an Hadis sebagai perjalanan spiritual yang penuh refleksi.
“Setiap ayat dan hadis yang saya masukkan bukan hanya untuk dibaca, tapi untuk dipahami, diresapi, dan diamalkan. Saya ingin buku ini menjadi cahaya kecil bagi siswa MI dalam mengenal Islam sejak dini,” ujarnya.
Penghargaan ini menjadi simbol bahwa kualitas pendidikan tidak hanya lahir dari pusat-pusat kota besar. Dari madrasah di pelosok Sumenep, lahir karya besar yang kini dipakai secara nasional.
Ini sejalan dengan komitmen Kemenag Sumenep untuk terus mendorong pengembangan guru sebagai inovator dan kreator, bukan hanya pengajar.
“Kami ingin madrasah menjadi pusat peradaban. Dan ini adalah salah satu buktinya,” pungkas Abdul Wasid.
Keberhasilan dua guru ini menjadi pemantik semangat bagi ribuan guru madrasah lainnya. Bahwa karya nyata yang lahir dari ruang kelas kecil bisa berdampak besar bagi wajah pendidikan nasional.
Mufris dan Suhaidi bukan hanya menulis buku. Mereka sedang menulis sejarah.
Penulis: Sas/Ras/red