,

Iklan

Iklan

Hari Buruh, Hari Raya Idul Fitri 1443 H, dan Hari Pendidikan Nasional Sebagai Momen Refleksi Diri

@SerikatNasional
3 Mei 2022, 15:32 WIB Last Updated 2022-05-03T08:32:33Z

 


Oleh: Yunan Fachri


OPINI - Awal Mei 2022 ini, banyak sekali momen-momen besar nan bersejarah yang kita peringati, sebagai perenungan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.


01 Mei, Hari Buruh.

02 Mei, Hari Pendidikan Nasional & 

Hari Raya Idul Fitri 1443 H.


Momen Hari Buruh yang diperingati 01 Mei tiap tahunnya dijadikan sebagai aksi perjuangan kaum buruh untuk menaikkan kesejahteraannya. Apapun bentuk aksi yang dilakukannya, isi kunci dari hari buruh tidak akan lepas dari perjuangan kaum buruh agar mendapatkan pengakuan kesetaraan derajat buruh dalam memperoleh hak sesuai amanat UUD 1945. 


Dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dijelaskan bahwasanya "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,". Dalam pasal tersebut sudah jadi tugas Negara untuk menjamin, bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak, serta penghidupan yang sesuai.


Selain itu, dalam peringatan hari buruh, kaum buruh juga menginginkan agar fasilitas dan kepastian jam kerja yang di dapatkan. Karena pada dasarnya buruh memegang peranan paling potensial atas produksi yang dihasilkan perusahaan. 


Hal yang penting juga tentunya masalah Kesehatan dan Keselamatan dalam bekerja serta Penghargaan atas kerja keras buruh.


Oleh karenanya, momen Hari Buruh menjadi momen renungan bagi kita semua agar selalu dan senantiasa menghargai perjuangan dan pekerjaan setiap orang.


Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap tanggal 02 Mei tiap tahunnya marilah kita jadikan sebagai ajang refleksi diri, sudah sejauh mana keterlibatan  kita ditengah-tengah sosial kemasyarakatan melalui ilmu-ilmu yang telah kita dapatkan selama mengenyam pendidikan. Karena pada dasarnya pendidikan ditujukan untuk mendorong kesadaran pelajar agar terus belajar tak sekedar lewat pendidikan formal, namun juga dilingkungan keluarga, dan masyarakat (salah satu gagasan Ki Hajar Dewantara dalam Tri Sentra Pendidikan). 


Melihat fenomena hari ini, bahwasanya pemuda dan atau generasi penerus berada dalam situasi bimbang. Situasi yang dimana menjadikan kita lupa akan jati diri kita sebagai manusia Nusantara, sebagai Tau ke Tana samawa. 


Pola pendidikan yang ala barat, telah mengantar kita dalam kungkungan euforia hedonisme. Tidak merasa menjadi manusia hebat jika tidak terpandang. Tidak terlihat menarik jika tidak mengikuti pola-pola kehidupan ala barat atau Korea dan negara maju lainnya. Sehingga kita telah melupakan nilai-nilai kebudayaan dan nilai nilai religiusitas yang dimana nilai kebudayaan dan religiusitas merupakan identitas bangsa kita. 


"Menjadi wajar mengapa kita masih terus membebek dan galau untuk mengejar ketertinggalan, karena ilmu kita sepi dari kreativitas yang asli berakar dari Nusantara. Mari berpikir sebagaimana manusia Nusantara, karena jika berpikir saja dibatasi asumsi yang jauh dari kedirian kita, lalu kapan kita mencapai kemerdekaan sejati?," Ujar Dr. A. Dedi Mulawarman dalam bukunya yang berjudul Paradigma Nusantara.


Momen Hari Raya Idul Fitri tahun ini terasa berbeda dari beberapa tahun sebelumnya. Jika tahun sebelumnya kita dilarang mudik (namun boleh pulang kampung, hehehee), sholat Ied tidak boleh di masjid, namun dilakukan dirumah masing-masing. Berbeda dengan tahun ini karena budaya mudik sudah diperbolehkan lagi, serta perayaan sholat Ied sudah bisa dilakukan secara beramai-ramai sebagaimana mestinya. 


Namun lebih dari sekedar itu, sesungguhnya, hakikat hari raya Idul Fitri adalah perayaan kemenangan iman dan ilmu atas nafsu di medan jihad Ramadhan. Setelah berhasill menundukkan nafsu, kita dapat kembali ke fitrah. Kembali ke fitrah (Idul Fitri) berarti kembali ke asal kejadian. Manusia terlahir tanpa beban kesalahan apa pun. Tiap insan lahir suci tanpa noda dan dosa. Karena pada dasarnya kita di ciptakan Allah SWT untuk beribadah kepada-Nya."Dan tidak ku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku," (QS Adz-Zariat, 56). 


Idul Fitri ini juga populer dengan sebutan Lebaran. Lebaran berasal dari akar kata lebar yang maknanya tentu agar di hari raya ini, kita harus berdada lebar (lapang dada). Sifat lapang dada untuk meminta dan sekaligus memberi maaf kepada sesama. 


Sebagai manusia yang memiliki potensi untuk berbuat salah dan khilaf, maka saatnya kita menyadari kesalahan dan berusaha kembali ke fitrah dengan cara memperbaiki hubungan sesama (human relations) secara baik.


Hari raya Idul Fitri merupakan momentum untuk menyempurnakan hubungan vertikal dengan Allah (hablumminallah) dan secara horizontal membangun hubungan sosial yang baik (hablun minnannas). Dengan begitu, terbentuklah garis plus tanda positif (+) dari persinggungan antara yang vertikal dan horizontal tadi.


"Tidak bisa manoesia mendjadi Oetama sesoenggoeh-soenggoehnja - Tidak bisa manoesia mendjadi besar dan moelia dalam erti kata yang sebenar-benarnja - tidak bisa ia mendjadi berani dengan keberanian Jang soetji dan oetama, kalau ada banjak barang Jang ditakoeti dan disembahnja. Keoetamaan, kebesaran, kemoeliaan, dan keberanian jang Demikian itoe hanjalah bisa tertjapai karena Taoehid sadja, tegasnja menetapkan lahir batin: Tidak ada sesembahan melainkan Allah sadja - (Laa ilaaha Ilallah) .....," HOS Tjokroaminoto. Dalam buku Memeriksai Alam Kebenaran terbitan Rumah Peneleh. 


Singkatnya, semoga kita mampu mengambil pelajaran dari setiap momen yang kita lewati sebagai pelajaran dalam mengkonstruksikan kehidupan di masa depan. Semoga kita adalah manusia penggembala yang masuk dalam bagian dari perubahan sejarah berkesucian menuju derajat tertinggi, Manusia Sempurna, Manusia Universal, Insan Kamil, Pontifical Man, dalam waktu dan ruang Khoiru Ummah, ummat terbaik di muka bumi. 


Minal Aidin walfaidzin, mohon maaf lahir dan batin.


Selamat Hari Raya Idul Fitri 1443 H.

Selamat Hari Buruh.

Selamat Hari Pendidikan Nasional.


Penulis Merupakan Aktivis Peneleh Sumbawa.

RECENT POSTS