Sumenep, Serikatnasional.id | Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2025, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sumenep bersama Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Kabupaten Sumenep menggelar Halaqah Pesantren Ramah Anak di Pondok Pesantren Khoirul Muttaqin, Kecamatan Lenteng, Kamis (9/10).
Kegiatan ini menjadi ruang dialog penting bagi kalangan pesantren untuk memperkuat komitmen menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, sehat, dan mendukung tumbuh kembang santri secara utuh baik spiritual, moral, maupun psikologis.
Kepala Kantor Kemenag Sumenep, Abdul Wasid, saat membuka kegiatan menegaskan bahwa pesantren sejatinya bukan hanya tempat menimba ilmu agama, melainkan juga tempat tumbuhnya karakter dan kepribadian santri.
“Pesantren adalah rumah kedua bagi para santri. Karena itu, setiap pengasuh dan tenaga pendidik memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa pesantren menjadi lingkungan yang aman, nyaman, dan ramah bagi anak-anak kita,” ujar Abdul Wasid.
Dalam halaqah tersebut, para pemateri dari HIMPSI Sumenep memaparkan konsep dasar pesantren ramah anak serta strategi pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan keagamaan. Mereka juga memperkenalkan pendekatan pengasuhan berbasis kasih sayang dan penghargaan terhadap potensi anak.
“Kita ingin memastikan bahwa setiap santri merasa diterima, didengar, dan terlindungi. Dari suasana yang aman inilah akan lahir generasi santri yang cerdas, berakhlak, dan percaya diri menghadapi masa depan,” imbuh Abdul Wasid.
Kegiatan yang dihadiri para pengasuh pondok, ustadz, ustadzah, serta perwakilan santri dari berbagai pesantren di wilayah Kecamatan Lenteng itu berlangsung interaktif. Para peserta saling berbagi pandangan tentang praktik pengasuhan yang lebih humanis di dunia pesantren.
Menurut Abdul Wasid, inisiatif ini merupakan bagian dari upaya Kemenag untuk memperkuat tata kelola pendidikan keagamaan yang inklusif dan berorientasi pada perlindungan anak.
“Kami berharap gerakan pesantren ramah anak tidak berhenti di tataran diskusi, tetapi benar-benar diterapkan di seluruh lembaga pendidikan keagamaan. Dengan demikian, santri tidak hanya menjadi insan berilmu, tapi juga berjiwa welas asih dan berkarakter kuat,” tutupnya.
Melalui sinergi antara Kemenag dan HIMPSI, kegiatan ini diharapkan menjadi langkah awal menuju budaya pendidikan pesantren yang lebih adaptif terhadap kebutuhan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur keislaman dan tradisi keilmuan pesantren. (Rasyidi)