,

Iklan

Iklan

Kemunduran Demokrasi Indonesia Terhadap Wacana Penundaan Pemilu 2024

SerikatNasional
7 Jun 2022, 00:49 WIB Last Updated 2022-06-06T17:58:17Z


Penulis: Agung Prasetyo Kanissha (Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 1642, Depok, Jawa Barat).


ABSTRAK

Pemilu sebagai bentuk partisipasi masyarakat harus dilaksanakan dengan mengikuti tata cara yang diatur dalam undang-undang. Salah satunya dalam Pilkada. Dampak dari pandemi Covid-19 ini membuat pilkada tidak bisa digelar mengingat wabah virus semakin meningkat setiap tahunnya. Anggapan bahwa Pilkada 2022 dan 2023 telah ditunda telah memberikan perhatian khusus pada semua elemen pro dan kontra. Dampak penundaan Pilkada 2022 dan 2023 akan menimpa KPU selaku penyelenggara pemilu, dan rumitnya permasalahan pada Pemilu 2019 akan terulang kembali. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab pemerintah menghapuskan Pilkada 2022 dan 2023 secara riil dengan melihat konteks yang terjadi pada pilkada serentak tahun 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan data dikumpulkan dengan menggunakan jurnal yang relevan. , berita, dan juga web. Teori yang digunakan adalah teori politik empiris karena menjelaskan prediksi yang akan terjadi jika Pilkada tetap diselenggarakan pada tahun 2024 dengan melihat sebab dan akibat. Analisis yang digunakan adalah SOAR dengan hasil penelitian legitimasi dan partai politik. Dalam legitimasi terdapat regulasi berupa undang-undang, sedangkan parpol terkait dengan strategi yang diambil untuk memenangkan Pilkada.

Kata Kunci: Pilkada Serentak 2024, Penundaan Pilkada 2022 Dan 2023, Pilkada.


PENDAHULUAN

Pemilu menunjukkan pemerintah dan partai politik inkonsistensi Dengan kembali menaati konstitusi dan prinsip demokrasi, Bangsa Indonesia pun akan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kekacauan. Apabila wacana penundaan Pemilu 2024 direalisasikan akibat alasan keberadaan pandemik atau untuk mendukung pemulihan ekonomi pascapandemik, hal tersebut berpotensi menunjukkan inkonsistensi pemerintah atau pun partai-partai politik. Inkonsistensi tersebut berpotensi muncul karena pada 2020, pemerintah justru bersikukuh menyelenggarakan pemilu. Sekarang, tiba-tiba, ada usulan atau wacana untuk menunda pemilu. Bentuk inkonsistensi dari pemerintah atau pun partai-partai politik yang mengusulkan penundaan pemilu. 


Hanya dua negara yang menunda pemilunya pada Agustus 2021. Pada bulan berikutnya dan seterusnya, sudah tidak ada lagi negara yang menunda pemilu karena pandemi. Pemilu yang banyak ditunda merupakan pemilu lokal, bukan pemilu nasional. Sebab, untuk menunda pemilu nasional, negara perlu memperhatikan konstitusi yang mengatur penundaan pemilu di masa darurat. Misalnya, pemilu yang ditunda itu biasanya berapa bulan. Kasus Inggris, yang menundanya satu tahun, tetapi yang ditunda itu adalah pemilu lokalnya.


Ahli Hukum Tata Negara ini mengakui, ancaman terhadap demokrasi di terjadi di berbagai negara, tidak hanya di Indonesia. Salah satunya perpanjangan tiga periode jabatan presiden juga terjadi di negara-lain. Ada negara yang berhasil menerapkan perpanjangan itu tetapi banyak juga yang gagal. Ancaman demokrasi tak hanya dalam praktik perpanjangan masa jabatan, tetapi penyelenggaraan pemilu tanpa adanya regenerasi pemimpin. Ini terjadi di beberapa negara, salah satunya Kamboja. Meskipun menggunakan sistem parlementer, tetapi sistem pemilunya presidensial dan tidak mengalami pergantian sejak 1993.


Indonesia pun pernah mengalami di masa lalu saat Presiden Soekarno ditetapkan menjadi presiden seumur hidup melalui Tap MPR. Jimly pun menilai kondisi ini gejala umum yang terjadi dan merupakan bentuk dari kemunduran demokrasi. Karena itu, ia meminta semua pihak menolak ha-hal yang merusak demokrasi.


Oleh karena itu tidak boleh taken for granted, Penundaan pemilu bukan aspirasi rakyat, melainkan hanya kepentingan nafsu dan syahwat politik di kalangan penguasa. Para penguasa saat ini ingin melanggengkan kekuasaan dengan berbagai cara meskipun inkonstitusional. Ide itu menunjukkan menguatnya nafsu dan syahwat politik di kalangan penguasa. Untuk tujuan apa, pengawetan kekuasaan oleh elite parpol (partai politik) dan kalangan di Istana.


Dia menilai, telah terjadi krisis akal budi di kalangan birokrasi dan elite partai politik dan juga tidak menjalankan amanat rakyat dengan jujur. Walaupun inkonstitusional, elite politik dan penguasa terus saja menggulirkan ide penundaan pemilu. Ide ini tentu akan berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden dan mengawetkan kekuasaan elite politik.


Ketika konstitusi ini dilanggar dengan sengaja, dengan cara berpikir keledai-keledai politik, itu selain penistaan terhadap konstitusi, itu juga teroris terhadap rakyat terhadap kebangsaan kita. 


Ada upaya untuk menciptakan kondisi objektif untuk meluluskan penundaan pemilu. Salah satunya, merusak Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga tidak mampu lagi menyelenggarakan Pemilu 2024. Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STIH) Jentera Bivitri Susanti mengatakan, klaim big data mengenai banyaknya warganet yang mendukung penundaan Pemilu 2024 merupakan upaya membodohi rakyat.


Keberhasilan pemerintah menyelenggarakan Pilkada 2020 di tengah pandemik, bahkan dengan peningkatan partisipasi masyarakat lebih dari tujuh persen, menandakan keadaan pandemik bukanlah faktor penghambat penyelenggaraan pemilu. Dengan demikian mengimbau pemerintah percaya Pemilu 2024 dapat diselenggarakan secara lebih baik, meskipun penyelenggarannya masih berada pada masa pandemik. Karena latar belakang itu, pemerintah harusnya percaya bisa menyelenggarakan Pemilu 2024 berdasarkan pengalaman di tahun 2020 bahkan bisa lebih baik.


Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mendesak partai politik (parpol) menghentikan usulan penundaan Pemilu 2024. Penundaan Pemilu 2024 akan mengancam proses demokrasi Indonesia dan berpotensi memunculkan kepemimpinan otoritarian. ICW mendesak PKB, PAN, dan Golkar serta partai politik lainnya yang setuju penundaan Pemilu 2024, segera mencabut pernyataannya. Usulan penundaan Pemilu 2024 tersebut justru mencederai amanat reformasi Indonesia, memantik kemarahan publik, mengacaukan tatanan demokrasi dan hukum serta memberikan pendidikan politik yang buruk bagi masyarakat.


ICW mendesak seluruh partai politik untuk konsisten pada Keputusan KPU Nomor 21 Tahun 2022 yang telah disahkan bersama-sama Komisi II DPR-RI, pemerintah, dan penyelenggara pemilu. Sementara bagi partai politik lain, ICW mengingatkan, agar tetap berpegang teguh pada hukum pemilu dan tidak mengikuti langkah PKB, Golkar, dan PAN yang setuju menunda Pemilu 2024. ICW meminta Presiden Joko Widodo untuk secara tegas menolak wacana penundaan pemilu dan konsekuen terhadap jadwal pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU berdasarkan konsultasi dengan pemerintah dan DPR. (waspada.id)


ICW menyebut alasan penundaan demi stabilitas ekonomi tidak relevan, karena dari segi pertumbuhan ekonomi, perekonomian Indonesia triwulan II-2021 mengalami pertumbuhan 7,07 persen (yoy) dan berpotensi naik pada 2022. Selain itu, pilkada serentak pada 2020 juga telah terselenggara di 270 daerah dengan baik dan menerapkan protokol kesehatan dengan tertib. Sehingga tidak ditemukan 'klaster pilkada' seperti yang dikhawatirkan sebelum pelaksanaan. Bahkan tingkat partisipasi pada Pilkada Serentak 2020 mencapai angka 76,09 persen. Jadi, penundaan Pemilu 2024 dengan alasan pandemi COVID-19 tidak cukup relevan.


Penundaan pemilu tak hanya melanggar konstitusi, melainkan berbahaya untuk kehidupan demokrasi dan iklim negara hukum di Indonesia. Rencana penundaan pemilu sesungguhnya telah melanggar konstitusi sebagaimana dalam Pasal 7 Jo 22 E ayat (1) UUD NRI 1945  yang memuat dua prinsip yang harus ditaati, yaitu penghormatan terhadap hak sipil dan politik warga negara serta pembatasan terhadap kekuasaan politik.


Penundaan Pemilu 2024 berpotensi menurunkan skor indeks demokrasi Indonesia yang saat ini belum dapat dikatakan baik. Dua penyumbang skor yang banyak terhadap akumulasi skor indeks demokrasi Indonesia tahun 2021 yang diluncurkan The Enonomist Intelligence Unit dengan nilai 6,71 dan berada di peringkat 52 dari 167 negara adalah partisipasi politik masyarakat sebesar 7,22 dan adanya pelaksanaan pemilu dengan nilai 7,9. (Tempo.com


Apabila pemilu ditunda atau masa jabatan presiden diperpanjang menjadi tiga periode, Indonesia tidak dapat dianggap memiliki pemilu yang teratur, baik, dan demokratis. Dengan kata lain akan menghilangkan faktor yang mendukung peningkatan indeks demokrasi di Tanah Air. Dapat dengan mudah dikatakan skor indeks demokrasi Indonesia akan jeblok (apabila Pemilu 2024 ditunda).


  Ada dua tahapan pemilu krusial tahun ini, yaitu pendaftaran partai politik peserta pemilu dan penentuan daerah pemilihan. Oleh karena itu, KPU membutuhkan kepastian dan ketersediaan anggaran untuk memulai kedua tahapan itu. Selain itu, Imbas belum disahkannya anggaran untuk kebutuhan pemilu ini mengganjal pembahasan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Jadwal, Tahapan, dan Program Pemilu Serentak 2024. Dalam polemik soal dugaan skenario KPU terpilih Periode 2022-2027 dimanfaatkan untuk memuluskan ide penundaan pemilu seperti yang dilontarkan oleh pengamat politik. Memastikan KPU mulai dari tingkat pusat hingga daerah satu suara menyiapkan seluruh pelaksanaan Pemilu Serentak 2024.


  Secara umum, publik percaya bahwa rezim ada di belakang ramainya wacana penundaan pemilu dan masa jabatan presiden tiga periode. Banyak perbincangan didorong tingginya penolakan warganet atas wacana tersebut.


METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian studi perbandingan (Comparative Study or casual comparative study). Metode penelitian ini mengacu pada penelitian deskriptif yang kemudian membandingkan dua atau lebih dari satu situasi, kejadian, kegiatan, dan progra yang sejenis atau sama. Metode ini digunakan karena berguna untuk menyusun kembali informasi yang menjadi tema penulisan. Teknik pengumpulan dara pada penelitian ini dengan menggunakan metode study literatur dengan berbagai data sekunder seperti: artikel, maupun informasi media online mengenai pandemi. 


HASIL PENELITIAN

Pada 2019 Jokowi sebut wacana tiga periode menampar mukanya, Namun belakangan Presiden sebut wacana itu sebagai bagian dari demokrasi. Netizen terlihat kompak menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Selain mengamplifikasi pemberitaan dan pernyataan para tokoh yang menolak penundaan pemilu hingga 2027, Warga juga mengkritisi berbagai dukungan atas wacana perpanjangan masa jabatan Presiden. Berdasarkan survei yang dilakukan Litbang Kompas ditemukan adanya gerakan politik yang dilakukan para elit untuk menguatkan penundaan pemilu dengan alasan kepentingan nasional. Padahal alasan ekonomi yang dijadikan alasan untuk pemulihan ekonomi nasional hanya sekitar 6,9 persen. Publik yang tidak percaya, justru jauh lebih besar mencapai 23, 4 persen. Publik melihat itu hanya untuk kepentingan politik mereka saja. Selain itu, sekitar 80 persen suara publik juga menyatakan, bahwa penundaan pemilu tidak berkorelasi dengan pemulihan ekonomi nasional. Survei yang Dilakukan semakin memperkuat hasil survei dari lembaga survei lain soal penundaan pemilu, bahwa mayoritas publik menolak penundaan pemilu.


Upaya orkestrasi yang dibangun untuk mempengaruhi opini publik tidak membuahkan hasil seperti upaya pembahasan penundaan pemilu yang rencananya digelar Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam). Melihat ada orkestrasi yang dibangun yang coba mempengaruhi opini publik untuk melakukan penundaan pemilu. Setelah survei ini, ternyata masih berlanjut dengan beredarnya surat Kemenko Polhukam yang kemudian diklarifikasi.


Konstitusional berdemokrasi ingin mewujudkan pembatasan kekuasaan, dan itu dilakukan dengan menempatkan kedaulatan di tangan rakyat melalui pemilu, pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden serta Pemilu yang berkala setiap lima tahun sekali. Selain itu, survei terakhir menunjukkan masyarakat Indonesia tidak ingin adanya penundaan Pemilu. Survei LSI, 74 persen tidak ingin ada penundaan pemilu dan sepaket dengan perpanjangan masa jabatan presiden.


Pegiat Pemilu sejak tahun 1999, ia dan Perludem merasa dirugikan jika penundaan Pemilu dilakukan."Itu merupakan kemunduran demokrasi. Sebelumnya, wacana penundaan Pemilu dihembuskan oleh tiga ketua umum partai politik yakni ketua umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar, ketua umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan ketua umum.


PEMBAHASAN

Tahapan Pemilu 2024 telah di depan mata, namun wacana penundaan pemilu kembali digaungkan. Setelah Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, yang menyuarakan aspirasi pebisnis untuk memundurkan Pemilu, kali ini giliran unsur partai politik yakni PKB, PAN, dan Golkar dengan dalih perekonomian Indonesia belum stabil akibat pandemi. Alasan memundurkan jadwal Pemilu tersebut tidak masuk akal serta merosot jauh dari esensi demokrasi dan amanat konstitusi serta hanya akan menjadi preseden buruk untuk demokrasi. Hal ini secara fundamental menunjukan kegagalan partai politik dalam menghidupi nilai paling utama yang sepatutnya dijunjung tinggi, yakni fairness dalam proses elektoral. Dari segi pertumbuhan ekonomi, berdasarkan data yang dirilis BPS, perekonomian Indonesia triwulan II-2021 terhadap triwulan II-2020 mengalami pertumbuhan sebesar 7,07 persen (yon-y) dan berpotensi naik di tahun 2022.  


Dengan demikian, hal ini tidak relevan jika Pemilu 2024 ditunda karena alasan stabilitas ekonomi. Di lain sisi, Pilkada Serentak tahun 2020 yang telah terselenggara di 270 daerah dapat dijalankan dengan baik. Peserta dan pemilih mampu menerapkan protokol kesehatan dengan tertib, sehingga tidak ditemukan “kluster pilkada” seperti yang dikhawatirkan sebelum pelaksanaan. Bahkan tingkat partisipasi pada Pilkada Serentak 2020 mencapai angka 76,09 persen, naik 7,03 persen dibandingkan pelaksanaan Pilkada sebelumnya. Jadi, penundaan Pemilu 2024 dengan alasan pandemi covid-19 tidak cukup relevan. Secara fundamental, wacana penundaan Pemilu 2024 inkonstitusional, melecehkan konstitusi (contempt of the constitution), dan merampas hak rakyat. Sebab Pasal 7 dan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah tegas membatasi kekuasaan eksekutif dan legislatif selama 5 (lima) tahun dan mengamanatkan bahwa Pemilu diselenggarakan dalam waktu 5 (lima) tahun sekali. Gagasan penundaan Pemilu 2024 juga mencerminkan inkonsistensi partai atas keputusan politik yang sudah dibuat, mencerminkankan pragmatisme politik kepentingan partai, serta menunjukan rendahnya komitmen partai politik untuk menjaga dan menegakan prinsip-prinsip demokrasi. Penundaan Pemilu 2024 akan mengancam proses demokrasi Indonesia dan berpotensi memunculkan kepemimpinan otoritarian. Selain itu, usulan tersebut justru mencederai amanat reformasi Indonesia dan memantik kemarahan publik. Untuk itu, kami dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 menuntut: 


1. Mendesak PKB, PAN, dan Golkar serta partai politik lainnya yang setuju penundaan Pemilu 2024 segera mencabut pernyataannya karena akan mengacaukan tatanan demokrasi dan hukum serta memberikan pendidikan politik yang buruk bagi masyarakat.


2. Mendorong semua partai politik tetap konsisten untuk menjalankan amanat konstitusi, yakni Pemilu dilakukan lima tahun sekali secara luber jurdil.


3. Mendesak seluruh partai politik untuk konsisten pada Keputusan KPU No. 21 Tahun 2022 yang telah disahkan bersama-sama Komisi II DPR-RI, Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu. 


4. Mengingatkan partai politik lain agar tetap berpegang teguh pada hukum pemilu dan tidak mengikuti langkah PKB, Golkar, dan PAN untuk menunda Pemilu 2024.


5. Mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menolak wacana isu penundaan Pemilu 2024 karena dapat mencederai hak rakyat dalam memilih pemimpinnya setiap 5 (lima) tahun sekali.


6. Meminta Presiden Joko Widodo untuk secara tegas menolak wacana penundaan pemilu dan konsekuen terhadap jadwal pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU berdasarkan konsultasi dengan Pemerintah dan DPR.


Konsep Peran Menurut Soerjono Soekanto (2002:243) Peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. 


Adapun syarat-syarat peran dalam Soerjono Soekanto (2002:243)  mencakup tiga hal:


1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseoramg dalam masyarakat.


2. Peran adalah suatu konsepperilaku yang dapat dilaksanakan oleh individu-individu dalam masyarakat sebagai organisasi.


3. Peran juga dapat dikatakan oerilaku individu, yang penting bagi struktur sosial masyarakat.


Menurut J. Dwi Narwoko dan Bagung Suyanto (2010:160)  peranan dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena fungsi peran sendiri adalah sebagai berikut: 


1. Memberi arah pada proses sosialisasi


2. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pengetahuan


3. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat


4. Menghidupkan sistem pengendalian dan control, sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat


Teori Sistem David Easton

Menurut David Easton, sistem politik adalah sistem interaksi dalam setiap masyarakat didalmnya dibuat alokasi yang meningkar atau bersifat otoritatif diimplementasikan (Varma, 1992). Easton memandang kehidupan politik sebagai suatu sistem yang terdiri dari kenyataan bahwa aktivitas itu mempengaruhi bagaimana keputusan otoritatif dirumuskan dan dilaksanakan. Bila kehidupan politik dipandang sebagai suatu sistem aktivitas maka dijumpai suatu konsekuensi tertentu dari cara melakukan analisis mengenai operasi suatu sistem.


Masukan-masukan (input) yang datang dari komponen lain dalam sistem merupakan energi bagi sistem itu sendiri yang menyebabkan sistem itu berjalan. Kebijakan-kebijakan itu mempunyai kosekuensi terhadap sistem politik itu sendiri. 


KESIMPULAN

Pemilihan Kepala Daerah menjadi momentum bagi masyarakat untuk dapat memilih pemimpin sesuai dengan keinginannya masing-masing. Pemilihan Kepala Daerah dilakukan setiap tahun ketika masa jabatan pemimpin tersebut telah usai. Dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Pilkada akan dilaksanakan tahun 2024, tetapi sebenarnya Undang-Undang tersebut masih dapat diprediksi sesuai dengan kebutuhan daerahnya masing-masing. Kemudian, terdapat beberapa Kepala Daerah yang masa kepemimpinannya telah usai pada tahun 2022 dan 2023 sehingga perlu adanya Pilkada kembali, tetapi Pilkada akan serentak dilaksanakan pada tahun 2024. Dalam hal ini, peneliti menganalisis mengenai dampak ditiadakannya Pilkada 2022 dan 2023 dengan analisis SOAR. Analisis tersebut, peneliti gunakan untuk mengetahui kekuatan, peluang, aspirasi, dan juga hasil. Pada kekuatan yaitu adanya legitimasi, strategi kampanye, dan partisipasi politik masyarakat. Kemudian, pada peluang yaitu adanya koalisi partai politik, meningkatkan popularitas, adanya dinasti politik, dan adanya kekuasaan. Selanjutnya, pada aspirasi terdapat beberapa aspirasi dari KPU dan partai politik untuk melaksanakan revisi Undang-Undang Pilkada, pada KPU sendiri menginginkan adanya revisi tentang teknis pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024 tidak seperti Pemilu serentak tahun 2024 beberapa anggota KPPS yang mengalami kerugian, yaitu meninggal dunia. Pada aspek hasil yaitu tidak adanya revisi Undang-Undang Pemilu, Pilkada tetap dilaksanakan pada Maulida Rita Widyana & Addien Fikria | 63 tahun 2024, dan adanya kekosongan kepemimpinan di berbagai wilayah dengan diisi oleh Pelaksana tugas. Dalam hal ini, Negara perlu untuk memperhatikan dampak yang akan terjadi apabila Pilkada tetap dilaksanakan pada tahun 2024 dengan mempertimbangkan kepada berbagai hal. Apabila pemerintah tetap menetapkan adanya Pilkada yang dilaksanakan secara serentak, maka perlu adanya revisi Undang-Undang Pemilu, terutama pada teknisi KPU. Hal ini, bertujuan agar tidak Pemilu serentak tahun 2019 tidak terulang lantaran cukup banyak KPPS yang meninggal dunia. Apabila dirasa merugikan, maka sebaiknya menggunakan teknologi informasi untuk pemungutan suara, yaitu dengan metode pemungutan suara elektronik, penghitungan suara elektronik, dan rekapitulasi suara elektronik


DAFTAR PUSTAKA

Soerjono, 2002. Konsep Teori Peranan. Jakarta: bumi aksara.

Soerjono, 2002. Konsep teori peranan, Jakarta: bumi aksara.

Narwowko dkk, 2010. Teori peranan. Jakarta: prestasi pustaka.

Pasal 7 ayat (1) UUD NRI 1945

Rilis Media Usulan Penundaan Pemilu 2024: Melanggar Konstitusi dan Merusak Sistem Demokrasi di Indonesia AMAN, Kode Inisiatif, IPC, ICW, KISP, DEEP Indonesia, Netfid Indonesia, Perludem, KOPEL Indonesia, Puskapol LPPSP FISIP UI, Netgrit, PUSaKO FH Universitas Andalas, JPPR, KIPP Indonesia, SPD.

RECENT POSTS