,

Iklan

Iklan

Dekan Fakultas Hukum Unhas Terima Kunjungan Kerja Panja Komisi VI DPR RI

@SerikatNasional
6 Sep 2021, 17:21 WIB Last Updated 2021-09-06T10:23:27Z

 


Makassar, SerikatNasional.id | Dekan Fakultas Hukum Unhas Menerima Kunjungan Kerja Panja Komisi VI DPR RI Senin (06/9/2021).


Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan penyusunan naskah akademik, Tim Kerja Panja RUU tentang Badan Usaha Milik Negara (RUU BUMN).


Komisi VI DPR-RI diketuai oleh Martin Y. Manurung, S.S., M.A. bersama 7 (tujuh) anggota DPR RI lainnya melakukan kunjungan kerja di Fakultas Hukum Unhas.


Dijelaskan oleh Ketua Tim Panja bahwa banyak perkembangan mengenai BUMN termasuk polemik terkait status hukum BUMN dan kekayaannya yang terus menimbulkan perdebatan, untuk itu DPR mengajukan RUU Tentang BUMN. 


Kunjungan ini bagian dari tugas DPR RI untuk menyerap aspirasi dari masyarakat dalam hal ini civitas akademik Fakultas Hukum Unhas.


Dekan Fakultas Hukum Unhas Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum, menyambut baik dan mengapresiasi kunjungan kerja Tim Panja RUU BUMN dalam rangka untuk menerima masukan dan informasi penting terkait naskah akademik dan RUU BUMN yang bertempat di Ruang Video Conference Fakultas Hukum  Unhas.


Kunjungan Kerja ini dihadiri  oleh 4 (empat)  Guru Besar Fakultas Hukum Unhas, yakni Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H., M.S., Prof. Ir. Dr. Abrar Saleng, S.H., M.H., Prof. Dr. Ahmadi Miru , S.H., M.H. dan Prof. Dr. Aminuddin Ilmar S.H., M.H. 


Prof. Dr. Ir Abrar Saleng, S.H., M.H. mengemukakan bahwa RUU ini masih memerlukan beberapa kejelasan baik dari urgensi pengajuan RUU, bentuk dan tujuan didirikannya BUMN sehingga dapat mengakomodir Prinsip Hak Menguasai Negara, Prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam pengelolaan BUMN serta mekanisme perekrutan, pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris.


 “Ratio Legis dari RUU BUMN ini berorientasi terhadap menjaga kedaulatan ekonomi dan mensejahterakan masyarakat, tolak ukurnya ketentuan-ketentuan dalam RUU harus memenuhi Amana Pasal 33 UUD NRI 1945,” dijelaskan oleh Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H., M.S.


Melihat kedudukan BUMN sebagai  korporasi, maka kekayaan yang dipisahkan tersebut pengelolaanya sebagaimana korporasi layaknya PT dalam lapangan hukum privat.


Ada perbedaan karakter pengelolaan terhadap aset kekayaan negara dengan aset kekayaan negara yang dipisahkan “karena tetap harus kerap berhati-hati”.


"RUU ini penting untuk memberikan kedudukan status BUMN dengan beberapa catatan penting, yakni masih ada pasal-pasal yang multitafsir dan memungkinkan persoalan baru muncul, seperti pembentukan BUMN Pengelola Aset, struktur dewan komisaris yang beranggotakan satu komisaris, dan memaknai merger BUMN (penggabungan)," demikian diungkapkan Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H.


Persoalan UU BUMN yang berlaku sejak awal sudah memiliki benturan konflik terhadap Undang-Undang lainnya, yakni Undang-Undang Perbendaharaan Negara, selain itu Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, S.H., M.H., juga memberikan pendapatnya bahwa mekanisme pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris memerlukan pengaturan lebih detail, misalnya pada batasan umur calon direksi dan rekam jejak keahliannya.


Perlunya persetujuan DPR dalam tindakan privatisasi BUMN dan merumuskan kriteria yang jelas tentang cabang-cabang produksi  yang penting serta  menguasai hajat hidup orang banyak.


Polemik terkait status modal pendirian BUMN sebagai kekayaan negara yang dipisahkan selama ini  menimbulkan ketidakjelasan dalam pengelolaan BUMN.(ibe)

RECENT POSTS