,

Iklan

Iklan

Pandemi Dan Ketahanan Ekonomi Rumah Tangga

SerikatNasional
15 Agu 2021, 07:25 WIB Last Updated 2021-08-15T00:25:19Z

Oleh : Zubairi El-Karim *)


Pandemi Covid-19 masih menjadi bayang-bayang yang menakutkan hampir di semua negara tak terkecuali Indonesia. Manusia saat ini sungguh tak berdaya, terbelenggu, dipaksa untuk hidup dalam tempurung ketakutan dan kekhawatiran.


Semua negara tidak hanya bergulat dengan varian baru Covid-19 dan vaksinasi, tapi juga sedang berjuang agar warganya tetap bertahan hidup menghadapi kondisi perekonomian yang makin terpuruk, tak terkecuali juga negara kita Indonesia.


Pandemi Covid-19 bagaimanapun bukan hanya sekedar wabah, ia juga adalah tamparan keras bagi kita bahwa kehebatan ilmu pengetahuan, modernisasi, kemajuan ekonomi dan teknologi sama sekali tidak dapat menjadi tolok ukur pasti kesiapan umat manusia menghadapi wabah.


Pandemi ini telah menghantam seluruh lapisan masyarakat, seluruh sektor kehidupan baik informal, formal, pejabat, rakyat jelata, orang kaya, pengusaha maupun orang miskin.


Bukan hanya berdampak pada situasi negara tapi pandemi juga mengguncang unit terkecil negara yaitu rumah tangga, terutama di bidang ekonominya. Padahal rumah tangga adalah inti kekuatan ketahanan ekonomi bangsa. Jika ekonomi rumah tangga roboh maka runtuh juga negara. 


Sebuah keluarga dapat dikatakan mampu bertahan apabila di masa sulit semacam ini masih mampu memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu sandang papan dan terutama pangan. Kata ahli ekonomi indikator ketahanan keluarga yang bisa jadi ukuran adalah kecukupan pendapatan perkapita keluarga, kemampuan pembiayaan pendidikan anak, kepemilikan tabungan, kepemilikan tempat tinggal, dan jaminan kesehatan keluarga.


Kenapa keluarga seolah lumpuh, karena rakyat terpaksa harus patuh pada kebijakan negara mulai dari PSBB terakhir PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Di dalam PPKM ada pengendalian mobilitas masyarakat dan keterbatasan aktifitas ekonomi. Kebijakan itu sesungguhnya baik untuk penyelamatan kesehatan warga negara, tapi dari sisi ekonomi masyarakat berusaha menjadi lumpuh tak bergerak sebagai efek logis pembatasan.


Memang jika dilihat satu persatu ekses kebijakan antar satu keluarga dengan keluarga yang lain berbeda. Ada yang rawan pangan, ada yang berdampak pada kondisi psikologis anak dan orang tua sebab banyaknya kasus kematian akibat lonjakan kasus, dan ada juga yang berdampak pada tekanan sosial budaya akibat pandemi tak kunjung usai.


Akibat pandemi, kelompok masyarakat kalangan bawah mengalami kontraksi, sisi lain kelompok masyarakat yang mampu secara ekonomi menahan konsumsi. Sehingga situasi ini menyempurnakan ekonomi bangsa menjadi mandeg tak bergerak.


Dampak pandemi bagi keluarga tentu saja menjadikan terbatasnya lapangan pekerjaan. Yang semula bekerja, terpaksa kehilangan pekerjaan sebab lesunya bisnis atau pembatasan mobilitas. Kendatipun ada yang masih bekerja tapi pendapatan merosot, sedangkan hutang terus bertambah. Banyak perusahan bahkan home industri tak mampu lagi membayar gaji karyawan terpaksa harus melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Teori PHK bagi pemilik usaha adalah alat manajemen paling populer untuk memotong biaya dan merestrukturisasi organisasi.


Apabila bapak sebagai tulang punggung keluarga tidak lagi bekerja, maka ibu rumah tangga sebagai pengatur ekonomi keluarga akan kehilangan akal untuk mengatur keuangan.  


Apalagi kalau Ibu dari keluarga petani yang menggantungkan pada produksi pertanian, maka pandemi dapat menyempurnakan keadaannya. Bagi negara, petani merupakan salah satu kelompok masyarakat yang rentan terhadap dampak Covid-19. Bila dunia pertanian tak lagi berproduksi akan sangat mengancam produksi pangan nasional karena mereka adalah ujung tombak sistem pangan Indonesia.


Makin lama pandemi berkuasa, akan makin banyak orang-orang menganggur karena tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka. Banyak keluarga akan sulit membayar uang sekolah anak-anaknya, sulit bayar cicilan motor, tabungan terkuras, belanja kurang, makanan tidak bergizi, imun menurun dan kondisi lainnya.


Guna mengatasi masalah warganya, pemerintah memang mengucurkan bantuan seperti Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD), bantuan sosial, subsidi listrik dan program keluarga harapan, digelindingkan negara untuk memberikan perlindungan sosial sehingga warga dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang berpenghasilan rendah, dimana kita tahu salah satu faktor yang memengaruhi konsumsi rumah tangga adalah pendapatan. Namun disadari bantuan tersebut belum sepenuhnya efektif untuk menormalkan situasi.


Maka keluarga harus berupaya untuk memecahkan masalah domestiknya dengan cara lain, misalnya mengubah perilaku hidup sehari-hari, mampu membaca situasi lingkungan dengan cermat serta pengendalian emosi, mengurangi jajan keluarga dan anak-anaknya, mengurangi makan dengan banyak berpuasa, mengurangi jatah lauk pauk serta menghemat uang belanja.


Selain itu keluarga harus makin pintar melakukan bisnis Couplepreneur. Couplepreneur adalah bisnis bersama yang dijalankan oleh pasangan suami istri untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.


Di masa pandemi, istri sebagai ibu rumah tangga harus pandai-pandai mengatur keuangan keluarga, merencanakan dengan matang pemasukan dan pengeluaran. Keuangan harus dievaluasi sumber pemasukan dari mana saja, untuk selanjutnya ia melakukan prioritas pembelian yang berdampak pada ketahanan hidup seperti membeli beras untuk makan setiap hari, sebab itulah yang utama.


Begitupun juga dengan perencanaan pengeluaran, harus dibaca dengan teliti, berapa biaya hidup bulanan, berapa cicilan hutang wajib, berapa tabungan yang dimiliki, berapa harus bayar arisan wajib, investasi apa yang harus ditunda, serta gaya hidup dan hiburan yang sebelumnya tak terkontrol harus mulai dikendalikan dengan matang.


Yang terpenting beri ruang pada pembelian perlengkapan kesehatan, sanitasi dan kebersihan, karena hal ini yang sedang dihadapi keluarga pandemi untuk suatu waktu membutuhkan obat-obatan di apotik, jamu sehat atau pemeriksaan kesehatan. 


Jangan lupa dalam berbelanja pilih produk belanja yang paling ekonomis, hal itu untuk menghemat anggaran agar bisa mensaving anggaran untuk kondisi yang tidak kita duga.


Kita harus sadar bahwa saat ini kita berada dalam masa yang penuh dengan tantangan. Bagi yang sudah matang ingin memulai bisnis keluarga, coba gunakan sarana digital bagi yang masih konvensional.


Pilihan-pilihan usaha yang dapat direkomendasikan antara lain bisnis jamu tradisonal dengan tanaman obat keluarga yang diracik sendiri bisa dijual secara digital atau konvensional, menjual sarana kesehatan seperti masker, hand sanitizer buatan, usaha pulsa listrik dan internet, jualan bahan baku makanan siap antar, lauk pauk siap antar dan lain-lain.


Sebaiknya memang sebuah bisnis dimulai dari mencari tahu dahulu apa yang masyarakat butuhkan, kalau kita belum memiliki modal atau produk, kita awali dengan menjadi "Reseller" menjualkan produk orang lain hingga akhirnya kita memiliki produk sendiri, kemampuan menjual harus ditingkatkan khususnya marketing digital.


Selain itu jangan lupa kita tetap mendorong keluarga agar tetap mematuhi protokol kesehatan dimanapun saja kita membangun bisnis. Kita juga menghindari bias informasi yang menyebabkan jiwa jadi pesimistis dan lemah menghadapi panjangnya masa pandemi.


Memang pandemi membuat lelah dan kesabaran seolah habis, namun jika kita mau kerja keras dan penuh rela hati dengan ujian tuhan ini, kita akan memetik hikmah dari pandemi ini. 


Bagi individu, kelompok dan bangsa, pandemi mengajarkan kita bahwa pasar di dunia bergerak bebas tanpa batas. Bisnis ekonomi digital kita kita genjot makin matang, dan pada gilirannya akan menempatkan bangsa pada lompatan ekonomi yang maha dahsyat pasca krisis.


Kita tidak tahu sampai kapan pandemi ini berakhir, dalam kondisi seperti ini terutama bagi keluarga tidak mampu, mari berfikir untuk gemar saving daripada jor-joran spending, menahan belanja tidak berlebihan untuk dapat bertahan hidup di masa depan. Semoga Allah melindungi kita semua dan segera mengeluarkan kita dari pandemi Covid-19. Amin.


*). Penulis adalah pegiat NU dan KIM serta Dosen Stidar Sumenep.

RECENT POSTS