Iklan

,

Iklan

BPP Pasongsongan: Tidak Buat RDKK, Poktan Terancam Tidak Dapat Pupuk Subsidi 2026

SerikatNasional
24 Okt 2025, 18:37 WIB Last Updated 2025-10-24T12:31:32Z


Sumenep, Serikatnasional.id — Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Pasongsongan menegaskan bahwa penyusunan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) merupakan syarat mutlak bagi kelompok tani (poktan) untuk mendapatkan pupuk bersubsidi pada tahun 2026.


Ahmad Molyono, SP.MMA. Kordinator Penyuluh pertanian Pasongsongan menjelaskan, dua bulan lalu pihaknya sudah melakukan sosialisasi kepada seluruh kelompok tani terkait pentingnya pembuatan RDKK.


“Bagi poktan yang tidak membuat RDKK, itu berarti mereka tidak membutuhkan pupuk,” ujarnya. Jumat, 24 Oktober 2025.


Molyono menegaskan bahwa BPP hanya berperan sebagai fasilitator dan pendamping teknis, bukan pembuat dokumen. RDKK harus disusun secara mandiri oleh kelompok tani sebagai bukti sah bahwa pengajuan pupuk benar-benar berasal dari kebutuhan petani.


“Kami di BPP hanya mendampingi cara pembuatannya. Tidak ada campur tangan saya sebagai penyuluh. RDKK itu bukti fisik bahwa pengajuan pupuk murni dari petani,” tegasnya.


Menurutnya, kelompok yang tidak menyusun RDKK secara otomatis tidak akan menerima pupuk subsidi pada tahun 2026.


“Kalau dipaksakan kami yang membuat, dan nanti ada masalah, secara hukum kami yang akan terkena. Jadi, biarlah kelompok yang menyusun sendiri sesuai kebutuhan,” tambahnya.


Ia juga mengingatkan agar RDKK disusun dengan jujur dan akurat berdasarkan data lahan yang sudah diverifikasi melalui aplikasi Misur dan Silahan. Sistem ini menggunakan teknologi poligonisasi, yaitu pemetaan lahan milik anggota kelompok tani secara digital.


“Setiap kelompok sudah kami petakan lewat aplikasi Measure, lalu dimasukkan ke Silahan. Jadi tidak bisa asal klaim lahan. Ini jadi acuan resmi kami di BPP,” jelasnya.

 

Dengan sistem poligon ini, lanjutnya, kebutuhan pupuk akan dihitung berdasarkan luas lahan aktual milik petani, sehingga tidak ada lagi manipulasi data atau pengajuan fiktif.


“Kalau dulu asal-asalan, serapan pupuk bisa cuma 10 atau 20 persen karena tidak sesuai kebutuhan. Sekarang, dengan poligon, data lebih valid dan tepat sasaran,” ungkapnya.


Ia berharap kelompok tani lebih serius dalam menyusun RDKK agar distribusi pupuk bersubsidi benar-benar tepat guna dan tidak menimbulkan persoalan di lapangan.


“Kami terus mengimbau agar pembuatan RDKK dimanfaatkan sebaik-baiknya, murni dari kebutuhan anggota kelompok tani,” pungkasnya. (Rasyidi/Red)